KabarBMI
Sah Ketok Palu, Taiwan Percayakan Indonesia Sebagai Negara Pertama yang Boleh Mengirim TKI ke Taiwan, Minggu Depan Sudah Bisa Terbang
Suara BMI
SUARABMI.COM - Kemarin adalah hari penting bagi calon pahlawan devisa Indonesia pasalnya pihak Taiwan dan Indonesia mengadakan rapat penting siang ini di Taiwan dan juga secara virtual.
Dalam pertemuan kemarin, yang dihadiri oleh BP2MI, Kemenaker, Teto, KDEI dan MOL Taiwan akan membahas mekanisme pembukaan CPMI untuk Taiwan dan juga akan membahas program zero cost yang dicanangkan pihak Indonesia.
Dan hasil pertemuan hari ini adalah sebagai berikut:
Taiwan sah menyatakan bahwa Indonesia adalah negara pertama yang memenuhi syarat menempatkan PMI ke Taiwan untuk gelombang pertama ini.
[post_ads]
Pekerja migran yang diprioritaskan untuk masuk Taiwan ditentukan melalui sistem perolehan point, mereka calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang telah menyelesaikan vaksinasi lengkap memperolah point terbanyak.
Semua vaksin yang dipakai di Indonesia sudah diakui oleh WHO dan hal itu diakui juga oleh Taiwan, jadi semua CPMI aman.
Sebelum berangkat, CPMI akan dikarantina, harus mematuhi aturan ini, sesampainya di Taiwan akan dikarantina 14 hari, kemudian isolasi mandiri 7 hari.
Selain itu, Cai Meng-Liang juga menjelaskan bahwa ada beberapa ketentuan dan persyaratan yang harus diterapkan olek PJTKI, diantaranya kapasitas di Balai Latihan Kerja (BLK) harus dikurangi 50%, tempat penampungan (kamar) untuk calon pekerja migran (CPMI) tidak boleh lebih dari 6 orang, calon pekerja migran harus melakukan test PCR sebelum masuk BLK, sebelum terbang ke Taiwan juga melakukan test PCR dan karantina satu orang satu kamar
Cai Meng-Liang menekankan, apabila ada pekerja migran yang terkonfirmasi Covid-19 dan setelah diselidiki ternyata PJTKI tidak melakukan perencanaan pencegahan epidemi sesuai yang ditetapkan Taiwan, maka pemerintah Indonesia akan memberhentikan PJTKI tersebut untuk mengirim pekerja migran ke Taiwan sampai mereka melakukan perubahan.
Menanggapi hal tersebut pemerintah Indonesia menjelaskan, untuk mengecek keabsahan vaksinasi saat ini Indonesia sudah meluncurkan Aplikasi (Peduli Lindungi). Dengan aplikasi tersebut semua akan tercatat ada tidaknya melakukan vaksinasi, hal itu bisa menghindari adanya pemalsuan sertifikat, dan dapat digunakan sebagai bukti masuk Taiwan.
Indonesia juga memberikan daftar 47 laboratorium khusus yang bertanggung jawab terhadap PCR calon PMI yang akan berangkat.
Perlu diketahui, program pembukaan ini masuk dalam program khusus penerimaan pekerja migran yang hanya Indonesia yang masuk dalam kriteria. Adapun jumlahnya ditahap pertama ini, tidak akan bisa memberangkatkan semua CPMI yang tertunda keberangkatannya.
[post_ads_2]
Adapun tanggal keberangkatan CPMI dipastikan segera dan minggu depan sudah ada yang tiba di Taiwan, terkait tanggalnya berapa, masih dirahasiakan.
Sementara itu, Direktur Bina Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Kemnaker Rendra Setiawan menjelaskan sebelumnya pada tanggal 4 Desember 2020 otoritas Taiwan melalui Ministry of Labor (MoL) resmi mengumumkan pelarangan PMI masuk Taiwan seiring dengan tingginya angka positif COVID-19 di Indonesia.
Atas dasar itu juga, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan mengambil kebijakan untuk menutup sementara penempatan PMI yang akan ditempatkan ke Jepang dan Taiwan melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/1/PK.02.03/I/2021 tentang Proses Penempatan PMI ke Jepang dan Taiwan.
"Perlu kami sampaikan bahwa pemerintah Indonesia saat ini telah mendapatkan respon positif dari otoritas Taiwan, sebagai dasar pertimbangan pembukaan ke negara penempatan," ungkap Rendra.
Sebagai informasi, ada 6.000 lebih PMI yang tertunda keberangkatannya ke Taiwan akibat COVID-19. Kemnaker telah melakukan hal-hal yang menjadi atensi otoritas Taiwan, baik dari revisi SOP P3MI dan LPK-LN, tes PCR untuk calon PMI, karantina ketat, dan cek fisik P3MI/LPK-LN.
Sedangkan untuk pekerja migran dari negara-negara seperti Thailand, Filipina, dan Vietnam, Kementerian Tenaga Kerja akan terus melakukan penelitian dan bisnis melalui jalur diplomatik, dan membuka impor sesegera mungkin dengan alasan bahwa pencegahan epidemi dapat dilaksanakan.